Komunitas Perupa C5 Hadirkan 25 Masterpiece di Gallery Santrian

  • 10 Januari 2019
  • 14:54 WITA
  • News

"Golden Cliff" lukisan karya Agus Murdika, salah satu pelukis di Komunitas C5 (Foto: Balitopnews.com)

BALITOPNEWS.COM, DENPASAR - Komunitas Seniman Lukis C5 tampilkan 25 karya karya-karya masterpiece-nya dalam pameran yang di gelar di Gallery Santrian, Sanur, Denpasar, Bali. Pameran ini dimulai dari tanggal 11 Januari 2019 dan akan berlangsung hingga 28 Februari 2019.

C5 sendiri merupakan komunitas seniman lukis yang ada di Indonesia. Komunitas ini pertama kali terbentuk sejak tahun 2017, saat ini anggotanya berjumlah 13 orang yang berasal dari Jogja (6 orang), Bali (6 orang), Jakarta (1 Orang).

Komunitas ini dibentuk sebagai wadah untuk saling bekerjasama dan berkolaborasi antar seniman lukis yang ada di Indonesia. Komunitas ini juga menjadi ruang belajar berasama antar seniman.

Hal tersebut diungkapkan oleh I Ketut Sugantika, saat menggelar jumpa pers di lokasi penyelenggaraan pameran, di Gallery Griya Santrian, Sanur, Denpasar, Bali, Kamis 10 Januari 2019.

“C5 berdiri sejak 2017, pameran perdana kita di Jogja 2018 lalu. C5 merupakan ruang belajar dan bekerjasama untuk kami, dan untuk berkontribusi pada lingkungan,” ucap Ketut Sugiantika atau yang akrab disapa Lekung ini.

“Dalam era perkembangan teknologi yang begitu pesat kita dituntut untuk semakin kreatif, menciptakan ruang-ruang berekspresi dan berkarya,” imbuhnya.

Dalam jumpa pers tersebut dihadiri pula oleh perwakilan beberapa pelukis anggota komunitas C5. Perwakilan pelukis tersebut diantaranya yaitu I Ketut Agus Murdika, I Komang Trisno Adi Wirawan, Galung Wiratmaja, I Wayan Arnata dan Iqrar Dinata.

Selain apa yang disampaikan Lekung, hal senada juga diungkapkan oleh, Iqrar Dinata. Ia mengisahkan terbentuknya C5 ini berawal dari obrolan mereka di Jogja beberapa tahun silam.

Dari obrolan tersebut terungkap kegelisahan yang sama-sama mereka rasakan. Hingga akhirnya disepakati untuk membentuk suatu komunitas dengan mengambil konsep C5 yang merupakan akronim dari critical (kritis), communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), cooperation (kooperasi), dan creativity (kreatifitas).

Kelima konsep tersebut merepresentasikan nilai-nilai yang diusung dalam komunitas ini, dan dituangkan dalam karya-karya lukis yang mereka hasilkan.

“awal terbentuk C5 dari obrolan kita di Jogja. Berangkat dari kegelisahan kita bersama dan bagaimana kita berproses berkarya dan mempertanggungjawabkan hasil karya kita,” papar seniman asal Jogja ini.

“Anggota kami saat ini dari Bali, Jogja dan Jakarta. Kami terus memperluas jaringan dan kesadaran kritis kita terhadap lingkungan,” imbuhnya.

Terkita dengan karya-karya yang ditampilkan pada pameran kali ini, Galung Wiratmaja menjelaskan, benang merah dari karya-karya ini adalah kegelisahan para seniman terhadap kondisi lingkungan sekitar.

Galung juga mengatakan bahwa posisi seniman ada pada posisi menyuarakan, menyadarakan, dan menggelorakan suatu kesadaran melalui karya-karya, khusunya karya seni lukis.

“Seperti misalnya WR. Supratman yang menggelorakan perjuangan melalui karya seni lagu, seperti itulah posisi kami sebagai seniman untuk mengkritisi dan menyuarakan kondiai lingkungan kita,” ujarnya.

Sementara itu, I Ketut Agus Murdika menjelaskan dua karya yang ia tampilakan mengangkat tajuk “Pulau Bali sebagai Tanah Emas”. Dua karyanya yang diberi nama “Golden Field” dan “Golden Cliff” berkisah kondisi Bali hari ini.

Karya ini mempertanyakan masihkah Pulau Bali dianggap sebagai ‘Tanah Emas’ yang dulu membuat banyak orang ingin datang ke Bali.

“Pulau Bali dari dulu dianggap sebagai ‘Tanah Emas’ keindahan alam, adat-budaya dan tradisi serta keramahan masyarakatnya yang membuat Bali banyak dikunjungi orang. Tapi karena berbagai faktor, hari ini masihkah Bali dianggap sebagai ‘Tanah Emas’ itu,” ucapnya.

Sementara lukisan yang lain, karya dari I Komang Trisno Adi Wirawan yang berjudul “Self Atraction to Interaction” berkisah tentang keselarasan antara ucapan dan tindakan.

“attraction to interaction itu memiliki makna misalnya sekarang peraturan sampah plastik telah dibuat, interaksinya sudah yaitu peraturannya dan selanjutnya adalah atraksi dari pelaksanaan peraturan ini,” ujarnya.

Pameran ini sendiri rencanaya akan dibuka oleh salah satu tokoh seni arasitektur Bali yaitu Yoka Sara, dan dikuratori oleh Janoko. Dan secara resmi akan dibuka pada 11 Januari 2019, yang berlangsung hingga 28 Februari 2019. (Adhi)


TAGS :

Komentar