Astaga ! Bali Rawan Tindak Kejahatan Seksual Terhadap Anak

  • 29 Januari 2019
  • 05:41 WITA
  • News
Bunda Putri Suastini Koster bersama para aktivis Perlindungan anak (foto: Balitopnews.com)

BALITOPNEWS.COM, DENPASAR - Bali sebagai pulau tujuan wisata salah satu yang terbaik di dunia ternyata masih rentan dengan ancaman para pengidap Pedofilia dan pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Kasus ini terlihat bak 'Gunung Es', di atas permukaan tampak kecil, namun di bawahnya sangat besar.

Sebagaimana yang diungkapkan Wayan Setiawan, seorang volunteer yang peduli terhadap anak mengungkapkan, kasus paedofilia yang terungkap di Bali itu, hanya di permukaan saja, dan masih banyak kasus-kasus pelecehan seksual menyimpang dengan korban anak yang tidak terungkap.

“Paedofil itu ibaratnya orang bersembunyi di tempat yang terang. Saya mengamati perilaku orang-orang asing yang datang ke Bali, ada beberapa diantaranya paedofil. Masalah paedofilia ini sudah menjadi perhatian dunia, ini kejahatan luar biasa,” jelas Wayan Setiawan, Senin (28/1/2019).

Yang mengerikan lagi, kata Wayan Setiawan, anak-anak yang jadi korban itu nantinya berpotensi besar akan menjadi pelaku. Untuk mengatasi itu, harus ada penanganan khusus. Jika perlu, jelas Wayan Setiawan, istilah paedofilia yang diganti dengan istilah Indonesia yang semua orang mudah memahami maknanya.

“Supaya para pelaku ini merasa risih juga karena menyandang predikat paedofil yang diistilahkan lain. Karena selama ini sepertinya, paedofil ini merasa sebutannya sangat keren. Sekarang, kalau perlu dibalik dengan istilah apa,” jelasnya.

Pedofilia sebenarnya adalah sebuah gangguan kejiwaan, ini merupakan suatu gangguan seksual yang dialami oleh seseorang dewasa atau remaja, yang mana orang tersebut memiliki dorongan kuat dan fantasi seksual terhadap anak-anak pra-puber.

Pedofil dan kekerasan seksual terhadap anak sebenarnya memiliki perbedaan makna. Menurut Halosehat.com, Pedofilia atau seseorang dikatakan pedofil ketika secara seksual dia memiliki kondisi seksual seperti yang dijelaskan di atas.

Sementara kekekerasan seksual terhadap anak merupakan tindakan seksual yang dilakukan terhadap anak dengan tujuan untuk memenuhi hasrat seksualnya tersebut.

Jadi, seperti yang dikatakan dr. Tamara Aseana psikiater yang berpraktek di RS Cipto Mangunkusumo "Pedofil tidak selalu melakukan kekerasan seksual pada anak. Sebaliknya, pelaku kekerasan seksual pada anak belum tentu dia Pedofil," jelasnya seperti dilaporkan tirto.id, Januari 2018.

Selain itu, Mamik Sri Supatmi, dosen Departemen Kriminologi FISIP UI, juga mengungkapkan bahwa kesalahan pemahaman istilah Pedofil bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan seksual untuk meringankan beban hukumannya. Karena dianggap sebagai gangguan jiwa.

“Secara hukum, hal ini (penggunaan istilah pedofil) bisa disalahgunakan oleh penjahat seksual anak meskipun tidak sepenuhnya membebaskan mereka. Keadaan pedofil (sebagai gangguan kejiwaan) bisa dijadikan dalih pelaku untuk tidak bertanggung jawab secara hukum atas tindakannya,” ujar Mamik dalam laporan tirto.id tersebut.

Di Bali sendiri hari ini, tengah terjadi pergunjingan di media sosial terkait sebuah persoalan yang berhubungan dengan masalah kekerasan seksual terhadap anak, yaitu, kaburnya anak-anak asuh sebuah Ashram di wilayah Klungkung, Bali yang didugaa sebagai korban kekerasan seksual.

Namun sayangnya persoalan persoalan tersebut masih sebatas pada tataran perbincangan, ketimbang dibawa ke ranah hukum. Padahal disana ada korban, dan yang diduga pelaku masih bebas berkeliaran.

Menanggapi hal ini, Bunda Putri Suastini Koster mengaku terkejut dan khawatir melihat kondisi ini. Ia terhenyak oleh fakta bahwa Bali masih rentan oleh ancaman pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Untuk itu, sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, ia akan mengintesifkan lagi upaya-upaya preventif yang bisa dilakukan dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran ibu-ibu di Bali akan bahaya pedofilia dan pelaku kejahatan seksual ini.

“Sebagai ibu masyarakat Bali, ibu banyak dititipi pesan, terutama yang menyangkut perempuan. Saya tergelitik dengan komentar-komentar netizen di media sosial terkait paedofilia. Sebagai ibu saya merasa khawatir, jangan-jangan paedofilia ini hanya tenang di permukaan,” jelas Putri Koster, Senin (28/1/2019).

Putri Koster mengaku banyak mencari masukan dari masyarakat untuk mengetahui lebih jauh persoalan itu. Masukan itu nantinya akan menjadi materi edukasi kepada publik melalui PKK.

“Agar para ibu memahami, bahwa buah hati kita harus kita jaga, harus kita perhatikan agar tidak menjadi korban. Termasuk mungkin, tanda-tanda tak biasa yang ditunjukkan anak-anak yang menjadi korban paedofilia, itu harus kita berikan edukasi,” jelasnya demikian. (nai)


TAGS :

Komentar